Di pertengahan tahun 2016 lalu, saya sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti sebuah forum nasional yang diadakan oleh consulting firm terkenal di dunia. Sebelum datang ke forum ini, kami sebagai peserta terpilih memiliki beberapa tugas yang wajib diselesaikan. Salah satunya adalah self-reflection form. Formulir ini berisi beberapa pertanyaan tentang diri kami, tentang self-trait dan behaviour seperti apa yang kami miliki, tentang kelebihan, pun kekurangan kami (atau di cerita ini, saya). Namun, form ini tidak saya isi sendiri, melainkan akan diisi oleh peers dan superior saya. Formulir ini meminta pengisinya untuk mengisi dengan honest, candid, open, and as specific as they can be. Untuk itu, saya meminta bantuan tiga orang teman baik saya untuk mengisi feedback form ini. Tiga teman ini sudah mengenal saya dari awal masa kuliah, sudah lebih dari dua tahun kami berteman, dan juga kami sudah sering memiliki kepentingan bersama. Baik untuk urusan kuliah, organisasi, perlombaan, delegasi, atau pertemanan santai untuk ngobrol-ngobrol di akhir pekan. Mereka sudah mengenal saya cukup baik, dan juga saya tahu mereka punya level obyektivitas yang baik untuk menilai baik/buruknya saya. Untuk itu, saya meminta bantuan mereka untuk mengisinya.
Setelah
mendapatkan hasil feedback form dari ketiga teman saya yang baik ini, perasaan
saya campur aduk. Ketika saya baca dan cermati jawaban mereka, saya sadar bahwa
ternyata ada kekurangan di diri saya yang bisa berdampak pada orang lain. Dan
hal yang paling saya takuti itu dirasakan orang lain pun muncul sebagai respon
mereka: being too dominant and less
flexible.