SELAMAT TAHUN BARU!
Selamat datang di tahun 2019, semuanya!
Aku senang sekali, akhirnya setelah dua puluh satu kali merayakan tahun
baru di tempat tinggal sendiri, akhirnya akhir tahun ini: aku liburan ke luar
kota!
Liburan
akhir tahun kali ini, baru bisa disebut liburan. Hahaha. Sungguh, selama ini
aku selalu menghabiskan akhir tahun di rumah. Atau karena sekarang merantau
sendirian di Jakarta, aku menyambut tahun baru sendirian di kamar kos, seperti
tahun lalu. Mengapa? Karena sejak dahulu tidak diizinkan oleh papa keluar saat
malam tahun baru. Bahaya euy. Hahaha. Seingatku, memang dari dulu selalu stay
di rumah saat tahun baru. Mentok juga keluar untuk makan malam, tapi sebelum
jam 9 pasti sudah pulang ke rumah. Karena papa pun ngga mau macet-macet karena
akses jalan di tutup. Selain itu, juga beberapa kali teman-teman yang datang ke
rumah dan kita bakar-bakar makanan aja, sehingga menghabiskan waktu tahun baru
di rumahku. Selain itu lagi, yaitu tahun baru 2018 perdanaku di Jakarta, aku
pergi nonton The Greatest Showman bersama teman. Tapi, lagi-lagi sebelum malam
pergantian tahun baru, aku sudah kembali ke kos jam sebelas malam.
Sebenarnya itu juga tidak jadi masalah besar untukku, karena kadang diri ini suka tiba-tiba jadi introvert kalau lagi ada di momen tertentu. Salah satunya tahun baru. Aku cukup menghargai bahwa pergantian tahun memang harus diperingati. Karenanya menjadi momen untuk refleksi diri selama setahun kebelakangan ini, dan menjadi momen memotivasi diri untuk menjadi lebih baik lagi di tahun selanjutnya. Sehingga menurutku, peringatan seperti ini condong ke urusan personal setiap orang. Sehingga, aku pun selalu menikmati pergantian malam tahun baru dari jendela kamar, sembari menuliskan buku agenda baru. Itu juga kalau ngga ketiduran sih.
Dan pergantian
malam tahun baru kali ini: aku ketiduran. Hahahaha. Sengaja tidur sih
sebenarnya, karena aku sedang berada di rumah nenek di desa, yang mana tahun
baru juga ngga akan ramai-ramai kembang api. Lah terus katanya liburan tadi, Del? Iyaaa liburan tahun baru! Cuma
saat malam pergantiannya tetap aja ga merayakan yang gimana-gimana heuheu. Ini
pun aku sudah senang sekali bisa menghabiskan empat hari liburan tahun baru.
Sebelumnya, aku sama sekali tidak bisa libur di hari Natal karena ada banyak
kerjaan. Sehingga, ketika bisa cuti satu hari tanggal 31 Desember kemarin (yang
mana di kantorku tetap masuk), langsung lah ku ambil cuti. Aku menghabiskan
tiga hari terakhir di 2018 dan satu hari pertama di 2019 di Jawa Tengah,
bersama mama dan papa.
Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah
Ketika bisa
memastikan bahwa diri ini berhasil mengambil cuti di tanggal 31 Desember,
langsung lah ku komunikasikan ke papa dan mama. Maklum, bekerja sebagai auditor
di KAP Big Four mengajarkan kami bahwa akhir tahun adalah milik banyak
kepentingan: stock take, klien, tutup buku, dan overtime. Jadi ketika bisa
memastikan untuk bisa libur, rasanya amat sangat senang. Meskipun itu hanya
sementara. Karena ketika ngecek tiket di Traveloka, Allahuakbar.. tiket ke
Surabaya akhir tahun yang baru mau dibeli H-seminggu harganya.. kacau.
Tapi memang
papa adalah jawaban segala masalah hohoho. Papa langsung menginisiasi untuk
cari tiket ke Jogja saja. Selain untuk memotong setengah harga ke Surabaya, juga
karena papa mama mau pulang. Iya, pulang ke kampung halaman mereka. Kalau ‘pulang’-ku
adalah ke Surabaya, maka pulangnya papa dan mama adalah ke Jogja. Dan Jogja
yang dimaksut bukan hanya Kota Jogjanya saja, ketika ‘pulang ke Jogja’ terucap,
maka itu berarti ke rumah Pakde di Jogja, ke rumah nenek dari mama di Kutoarjo,
dan ke rumah masa kecil papa di Ambarawa. Baik. Maka kita mulai lah perjalanan
liburan akhir tahun ini. Papa mama akan berangkat dari Surabaya dan aku dari
Jakarta, semua menuju ke Jogja-nya kami.
Aku
berangkat hari Jumat pukul sembilan malam naik kereta dari Gambir ke Kutoarjo.
Aku memilih kereta karena jadwalnya paling cocok, harganya yang juga masih masuk
akal, dan karena belum pernah naik kereta dari Jakarta selain ke Cirebon atau
Bandung. Dan ternyata ku menikmati tujuh jam perjalananku sendiri ke Jawa
Tengah. Menghabiskan waktu untuk tidur, mendengarkan musik, membaca buku, dan
tidur lagi. Pukul empat pagi, aku sudah sampai Stasiun Kutoarjo.
Hari Sabtu
ini kami habiskan full di Kutoarjo untuk ketemu nenek dan semua saudaranya
mama. Mama punya empat adik, dan semuanya tinggal satu kota bersama nenek juga.
Kebetulan, lebaran 2018 kemarin kami tidak sempat pulang karena kakak
perempuanku baru melahirkan dan ada adik bayi di Surabaya. Sehingga ini juga
jadi silaturahmiku setelah lebaran tahun 2017 lalu. Maklum, karena cukup jauh,
kami wajibnya pulang hanya saat lebaran. Sehingga senang sekali bisa ketemu,
ngobrol, dan guyonan sama nenek, om, tante, dan saudara sepupu.
Jalan Maliboro, Gudeg Yu Djum, dan Kota Yogjakarta
Setelah
seharian dihabiskan untuk silaturahmi di Kutoarjo, keesokan harinya kami pergi
ke Jogja. Hari Minggu pagi kami berangkat naik mobil untuk dibawa ke Jogja.
Seperti biasa, kami meminjam salah satu mobil adiknya mama, habis mobil mereka
banyak gaada yang pakai hahaha. Jalanan masih belum seramai perkiraan,
Kutoarjo-Jogja pun ditempuh kurang dari dua jam. Sesampainya di Jogja, papa
langsung berinisiatif untuk sarapan. Sarapan apa? Di Jogja ya makan gudeg dong!
Kita langsung melipir ke Gudeg Yu Djum. Meskipun ada banyak sekali cabang Gudeg
Yu Djum di Jogja, papa sudah punya rahasia satu cabang Yu Djum yang paling
enak. Papa sudah menguji dan membandingkan dengan Gudeg Yu Djum yang lain, tapi
yang ini paling enak, lekoh, dan paling berasa. Yaitu Gudeg Yu Djum Maguwo.
Gudeg Yu
Djum Maguwo jadi andalan keluarga kami. Ini adalah cabang yang di dekat Bandara
Adisucipto. Di sini pun, ada dua Gudeg Yu Djum pada jalan yang sama, kalian
pilih yang sebelah persis Sheraton Hotel ya. Mapsnya aku taruh di bawah
postingan ini. Pokoknya udah, Gudeg Yu Djum sini yang paling dabest! Jadilah
aku, papa, dan mama sarapan Nasi Gudeg lengkap dengan krecek, ayam, telor, dan kuah
areh! MANTAPPPP ku serasa hidup kembali!
Setelah
kenyang makan gudeg, kami melanjutkan agenda ke acara resepsi pernikahan teman
mama. Aku dan papa bertugas untuk menemani mama mini reuni dan berburu makanan.
Hahaha gendut lah pokoknya kalo sudah sama papa begini huftttt. Lalu menjelang
sore, kami pergi ke Jalan Malioboro. Papa yang sejak kuliah menghabiskan
hidupnya di Jogja, ada kurang lebih delapan tahun, sudah bosan dengan pusat
kota Jogja. Apalagi kalau disuruh parkir di Malioboro atau Keraton, pasti ga
akan mau. Akhirnya kami parkir di Stasiun Tugu, lalu jalan kaki ke
Malioboronya.
Kami
menghabiskan waktu satu jam untuk beli batik, dan ya duduk-duduk aja santai
sambil foto-foto. Memang ini yang ditawarkan Jogja. Nongkrong, ngobrol, santai
aja pokoknya. Rasa tenang dan nyaman yang mereka simpan di tanah Jogja. Seperti
kata Sudjiwo tejo, “Pergi ke Jogja adalah caraku menertawakan kesibukan
orang-orang Jakarta”.
And here I
am, enjoying Jogja while it’s raining on a calm afternoon.
Ambarawa, Magelang, dan Candi Borobudur
Kami
menghabiskan sepanjang malam di hari Minggu kemarin di rumah Pakde Bambang di
Kaliurang. Rumah ini juga selalu jadi tempat kami pulang. Maklum, Pakde adalah
anak tertua di keluarga papa, dan juga nenek kakek sudah cukup lama tidak ada.
Sehingga, Pakde jadi panutan kami semua, apalagi karena sampai sekarang Pakde
lah yang memiliki gelar akademik tertinggi di keluarga papa, Prof. Dr. drh.
Bambang Sumiarto, SU., M.Sc. Kami menghabiskan malam dengan ngobrol, menceritakan
update kehidupan, mendengarkan wejangan-wejangan Pakde, main sama cucu-cucu
Pakde (a.k.a ponakanku juga), dan tentunya makan malam enak khas Jogja: sate,
gule, dan tongseng!
Setelah meningkatkan
kolesterol akibat makan malam daging semua, keesokan harinya kami siap-siap
untuk pergi ke destinasi selanjutnya: Ambarawa. Tepat setelah adzan subuh, kami
sholat lalu berangkat. Papa menyetir lagi dari Jogja ke Ambarawa. Aku yang
masih ngantuk pun terlelap dalam perjalanan, cuma pindah tempat tidur saja. Dua
jam berlalu, kami sudah sampai di Pasar Projo Ambarawa. Ini lah rumah masa
kecil papa, di belakang pasar besar di Ambarawa ini, papa dan delapan
saudaranya beserta nenek dan kakek tinggal. Rumahnya tidak besar, kalau kata
mereka juga kruntelan tinggalnya. Banyak sekali pelajaran yang selalu bisa
kupetik tiap pulang ke Ambarawa. Tentang hidup, tentang berbagi, tentang
menjadi mandiri dan kuat, dan tentang pentingnya pendidikan. Kalau harus cerita
tentang perjuangan keluarga papa, walah akhirnya bisa nangis terharu saya.
Sudah ah skip. Yang pasti, kami sampai sebelum jam 6 di rumah Ambarawa. Kami
mampir untuk silaturahmi dengan beberapa saudara papa yang masih tinggal
disini. Kami juga mampir untuk ziarah ke makam kakek, nenek, kakaknya papa, dan
anak dari adiknya papa. Ambarawa selalu mengharu biru untukku.
Untungnya,
omku sudah menyiapkan sop snerek kesukaan kami semua. Kami sarapan dengan
lahap, lalu bergegas pergi lagi. Karena ini sudah tanggal 31, papa yakin
jalanan akan semakin ramai. Kalau terlalu siang, takutnya sampai Kutoarjo bisa
tengah malam. Jadi lah kami jam delapan pagi sudah jalan lagi untuk pulang.
Baru jalan beberapa menit dari rumah Ambarawa, aku nyeletuk ke papa,
“Pa, masih
pagi ya? Belum macet-macet banget kayanya, ke Borobudur yuk?”
Ternyata
ajakanku di iya-kan. Hahahaha senang!
Terakhir dan
juga pertama kali aku ke Borobudur adalah tahun 2006 silam. Aku masih SD, mba
Ocha masih SMP, mas Ido masih SMA, dan papa mama juga masih usia 40-an. Sejak
2006 itu pun, kelima dari kami belum pernah ke Candi Borobudur lagi, selain mas
Ido bersama teman-teman kuliahnya. Senang rasanya bisa kesini lagi, dan aku
memang sangat suka ke tempat-tempat wisata bersejarah seperti ini. Namun, ada
yang hilang, aku semakin sadar bahwa kami memang tidak bisa lagi liburan
komplit berlima seperti dulu.. Sedih lagi, del.. del. Hahaha.
Sekitar jam 10 kurang, kami sudah sampai di parkiran Candi Borobudur. Ternyata: AMAT SANGAT RAMAI. Papa sampai emosi cari parkirnya hahaha. Untungnya setelah beberapa saat, kami dapat parkir. Lalu kami beli tiket (dan randomnya aku beli topi dan papa beli tongsis, tolong…) terus masuk ke area candi. Karena sudah berpengalaman bahwa dari pintu masuk ke depan candi itu jauh, papa langsung beli tiket kereta kelinci. Iyaa, kereta kelinci untuk anak-anak yang biasa ada di perumahan itu haha. Kami bertiga langsung naik kereta kelinci sampai ke depan candi. Sesampainya, kami lanjut mendaki ke atas Candi Borobudur, tanpa luput berhenti di setiap sudut untuk foto. Hahaha.
Kami pun menikmati Candi Borobudur dari puncaknya. Melihat stupa-stupa yang kokoh, dinding-dinding sejarah Buddha di tanah Jawa, dan menikmati Kota Magelang dari atas. Dingin, sejuk, namun tetap ada matahari yang menyinari. Meskipun lelah naiknya (maklum.. jarang olahraga hahaha), tapi kami senang. Aku, papa, mama, kami sangat senang.
Kami pun menikmati Candi Borobudur dari puncaknya. Melihat stupa-stupa yang kokoh, dinding-dinding sejarah Buddha di tanah Jawa, dan menikmati Kota Magelang dari atas. Dingin, sejuk, namun tetap ada matahari yang menyinari. Meskipun lelah naiknya (maklum.. jarang olahraga hahaha), tapi kami senang. Aku, papa, mama, kami sangat senang.
Setelah dari puncak Candi Borobudur, kami turun dan kembali memanfaatkan kereta kelinci untuk ke pintu depan. Kalau kalian mau menghemat tenaga, sudah paling benar naik kereta kelinci ini. Sekali jalan cukup sepuluh ribu rupiah. Kecuali kalian mau memasuki satu per satu museum dan area yang ada di sekitar Candi. Atau juga ada pilihan lain seperti kuda dan mobil jeep. Lalu kami membeli beberapa oleh-oleh kaos dari Candi Borobudur untuk mbak di rumah dan cucu-cucu papa mama, maklum namanya juga kakek nenek baru jadi sayaaang banget sama cucunya apa-apa dibeliin. Yang sini udah dilupain. HAHA. Untuk menghapus lelah, kami menutup perjalanan ini dengan makan Ikan Beong khas Borobudur. Isinya ikan besaaar sekali dan enak! Setelah kenyang, kami pun melanjutkan perjalanan pulang ke Kutoarjo. Kami sampai rumah nenek pukul empat sore. Kami beristirahat, dan esok siangnya pun pulang masing-masing, aku ke Jakarta, papa dan mama ke Surabaya.
Itu lah inti perjalanan kali ini: menghabiskan waktu akhir tahun bersama papa dan mama. Menikmati waktu bersama mereka berdua. Road trip ke empat kota bersama. Kuliner ini dan itu bertiga. Pun menjadi tukang foto pribadi dua makhluk yang paling ku sayang. Ini baru liburan. Aku mendapatkan kembali energi positif setelahnya. Mendapat semangat dari kedua orang tuaku, yang selalu berhasil membuatku merasa menjadi anak paling beruntung di dunia. Terima kasih mama dan papa, atas liburan empat hari bersamanya. Aku belum tahu akan kah ada lagi kesempatan kita jalan-jalan bertiga lagi di waktu dekat ini, tapi aku ingin bilang.. bahwa aku sayang sekali dengan kalian berdua. Terima kasih sudah memberikan senyum terbaiknya selama empat hari ini. Dek Della sayang papa dan mama. Selalu.
Tidak kah kalian juga melihat senyum bahagia itu di kedua wajah mereka, dua orang yang paling ku sayang?
Penuh kasih dan sayang,
Dek Della.
**
Ringkasan
Kereta Taksaka
Eksekutif, Gambir-Kutoarjo: Rp 500.000 (7 jam)
Kereta Taksaka
Eksekutif, Kutoarjo-Gambir: Rp 450.000 (7 jam)
Tiket masuk
Candi Borobudur, Dewasa: Rp 40.000/orang
Tiket kereta
mini pintu masuk sampai depan candi: Rp 10.000/orang
Gudeng Yu Djum
Maguwo: https://goo.gl/maps/cXV3bKBseDR2
Candi
Borobudur: https://goo.gl/maps/e17cHLwCs7o
Rumah Makan
Sehati Borobudur Spesial Ndas Beong: https://goo.gl/maps/Ku1HF32zSs82
No comments
Post a Comment