Penerbangan dari New York ke Indonesia saat itu memakan
waktu hampir satu hari. Perjalanan lima belas jam dari John F. Kennedy Airport
menuju ke Narita, dilanjut tujuh jam dari Tokyo ke Jakarta. Yap, dua puluh dua
jam perjalanan di atas udara. Belum ditambah waktu transit dan segala urusan di
bandara. Lama. Butuh waktu lama.
Itu adalah perjalanku pulang dari Amerika Serikat dua tahun
lalu. Setelah mengikuti konferensi dan kompetisi selama tiga minggu di negeri
Paman Sam, akhirnya aku dan tim pulang. Perjalanan pulang waktu itu merupakan
akumulasi segalanya. Senang sudah bisa mengijakan kaki ke negara baru, lega
telah menyelesaikan tugas delegasi kampus, sedih kegiatan yang telah
dipersiapkan setengah tahun belakangan ini berakhir, dan juga lelah setelah
tiga minggu beradaptasi dengan lingkungan baru, udara dingin, suhu minus sekian
derajat, pakaian-pakaian tebal, dan pergi kesana kemari membawa rentetan koper
besar kami. Perjalanan dua puluh dua jam di atas pesawat bahkan membuat kami
mendapatkan hidangan makanan tiga kali dari maskapai. Menit demi menit kami
habiskan dengan makan, menonton film yang ada, dan tidur. Kami manfaatkan waktu
itu sebaik-baiknya untuk istirahat agar bisa kembali fit setelah sampai nanti.
Mengingat ketika kami sampai Indonesia, sudah ada kelas-kelas yang menunggu.
Setelah sampai di Indonesia, kami masih harus menunggu
penerbangan dari Jakarta menuju Surabaya. Kami yang berangkat dari New York
subuh-subuh, pun masih harus berkeliaran tidak jelas menunggu pesawat di
Soekarno Hatta saat dini hari keesokan harinya. Lagi-lagi, tidur menjadi
resolusi satu-satunya kami. Akhirnya, kami sampai di Surabaya pukul enam pagi,
setelah berpisah, aku buru-buru pulang dengan niat masuk satu kelas pagi di
kampus. Sampai rumah, mandi, mengisi perut sebentar, niat baik itu pun
buru-buru menghilang. Hahaha aku memutuskan tidur. Sampai keesokan harinya pun,
aku hanya tidur. Mama hanya membangunkanku untuk sholat. Bahkan untuk makan
saja, aku memilih untuk tidur. Tidur terus. Karena tubuh ini capek setelah
melakukan perjalanan panjang. Lelah dan bingung sekali rasanya. Kata orang sih,
ini namanya jetlag.
Jetlag dimengerti
sebagai perasaan kelalahan dan kebingungan setelah perjalanan udara yang
panjang. Hal ini merupakan akibat ketidakmampuan tubuh dalam menyesuaikan diri
dengan zona waktu yang baru. Hal ini yang saat itu terjadi padaku, jetlag setelah
perjalanan pulang yang panjang, dan berakhir mengistirahatkan tubuh dengan
tidur. Jetlag terakhir yang sangat terasa itu terjadi bulan
Maret dua tahun lalu.
Namun, saat ini, sepertinya aku sedang jetlag lagi.
Atau mungkin,
kita sedang jetlag.
Setelah berbulan-bulan terbiasa jauh,
tiba-tiba Tuhan memberikan kesempatan kita untuk berada di
tempat yang sama.
Tiga bulan bisa bersama-sama,
kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk saling bertemu dan
bertukar cerita.
Karena kita tahu situasi seperti ini jarang sekali kita
dapat.
Lalu, saat semesta memutuskan untuk kita harus sedikit
berjauhan lagi,
ternyata kita butuh waktu untuk menyesuaikan.
Beradaptasi lagi.
Mungkin kita sedang jetlag, karena
harus kembali jauh lagi setelah beberapa saat dekat.
Namun, waktu memang terus berjalan. Semesta terus
menunjukkan keputusan-keputusannya. Dan ya, memang kita harus sedikit berjauhan
lagi. Entah sebelum nanti bisa lebih dekat lagi, atau sebaliknya. Yang pasti,
saat ini masing-masing dari kita butuh waktu untuk menyesuasikan.
Jadi, kira-kira,
butuh berapa lama untuk kita merasakan jetlag ini
dan berusaha menyesuaikan diri?
--
Adelia Budiarto
No comments
Post a Comment