December 29, 2016

Aku Belum Pernah Merasa Seikhlas Ini


Sampai saat ini, aku merasa bahwa diriku hanya sekedar perempuan biasa. Masih banyak kurangnya, kataku. Masih harus belajar banyak hal, batinku. Namun, beberapa orang di luar sana mengatakan bahwa aku cukup menarik. Aku bisa diajak ngobrol kesana-sini, katanya. Aku bisa membuat orang nyaman berada di sekitarku, ujarnya. 

Mendengar pendapat orang lain mengenai diriku, secara tidak langsung meningkatkan kepercayaan diri ini. Membuatku merasa tidak bersalah untuk bangga atas satu dua hal yang kumiliki dan kucapai sampai saat ini. Mereka bilang, aku cukup cantik. Mereka bilang, aku pintar. Mereka kata, aku berprestasi. Mereka pun bertanya-tanya, laki-laki seperti apa yang mampu mendampingiku?

Satu dua kali, atau bahkan lebih, aku pernah dekat dengan laki-laki di lingkunganku. Satu dua kali, mereka bilang aku hanya memberi harapan palsu. Satu dua kali, bahkan lebih, mereka bilang susah untuk menggapaiku. Aku bingung, aku harus bangga karena memiliki kekuatan sebesar itu atau sedih karena orang-orang justru menganggap aku terlalu susah untuk diraih?


Satu kali, aku pernah berusaha dalam sebuah hubungan. Aku menerimanya dengan niatan baik-baik, namun jujur aku juga belum punya niat untuk jauh lebih serius. Dia pun, iya-iya saja. Namun, itu semua tidak bisa berjalan lama. Kami belum berhasil. Klaimku, dia tidak bisa menyeimbangiku. Rasaku, dia memiliki perasaan berlebih kepadaku, namun tidak sebaliknya. Pikirku, aku yang terlalu dominan dalam hubungan tersebut. Dengan beberapa masalah yang ada, kami gagal. Dan, setelahnya aku pun merasa baik-baik saja. Aku sudah pernah delapan belas tahun sendiri. Kembali menjalaninya sendirian bukanlah masalah besar. Aku berpegang teguh bahwa butuh dua orang yang sama-sama kuatnya, sama-sama seimbangnya, untuk bersama-sama tumbuh dalam sebuah hubungan.

Sampai aku berada di titik ini.
Sampai aku bertemu dengannya, seorang laki-laki di seberang sana yang belum pernah kukenal sama sekali. Kami berkenalan dengan cara yang tidak akan pernah kalian pikirkan. Kami mencoba mendalami pribadi masing-masing dengan cara yang bahkan bisa kubilang, sangat kekinian, dan sangat konyol. Sudah lebih dari setengah tahun aku mengenalnya. Perlahan. Pelan-pelan. Tapi penuh dengan perasaan.
Dengan banyaknya perbedaan, dengan jauhnya jarak, kami masih baik-baik saja. Paling tidak sampai saat ini. Aku senang berbicara padanya. Aku senang kami bisa membicarakan banyak hal, mulai dari Indonesia, politik, berita terkini, teori konspirasi, bahkan sampai Awkarin tidak pernah luput dari perbincangan kami. Aku senang kami bisa menertawakan hal-hal sederhana. Aku senang dengan setiap ucapan terima kasih di antara kami. Aku senang bagaimana kami bisa mensyukuri hal-hal kecil, bagaimana kami saling menghargai satu sama lain, bagaimana kami saling mendorong satu sama lain untuk melakukan hal yang lebih baik, bagaimana kami saling menyemangati satu sama lain untuk mencapai mimpinya. Aku senang, kami, sama-sama saling mengusahakan.

Sampai saat ini, aku masih baik-baik saja. Aku masih terus bersyukur bisa mengenalnya. Aku masih mengusahakan segala proses ini. Aku masih terus berusaha dan belajar banyak hal. Aku senang bagaimana kami bisa saling mengajarkan dan membagi hal-hal baru yang baik. Bahkan, sepertinya dia jauh lebih sering dibandingku. Baru kali ini, aku merasa seseimbang ini. Bahkan mungkin dia lebih dominan? Haha. Namun, sungguh, aku belum pernah sebahagia ini karena bisa menghargai orang lain yang mengusahakanku.

Aku belum pernah seikhlas ini. Seikhlas ini bersyukur atas kehadirannya. Seikhlas ini mengizinkannya masuk ke dalam hidupku. Seikhlas ini membiarkannya meruntuhkan beberapa dinding pertahananku. Seikhlas ini untuk membiarkannya membuatku tertawa. Seikhlas ini dibuatnya menangis karena bersyukur. Seikhlas ini belajar menghargai pendapat orang lain. Seikhlas ini untuk terus berusaha memantaskan diri. Seikhlas ini membiarkan diriku ada untuk orang lain. Seikhlas ini, untuk sama-sama berusaha. Sungguh, aku belum pernah merasa seikhlas ini.

YaAllah, terima kasih. Aku hanya mampu berdoa supaya Engkau memberikan jalan untuk kami. Namun, aku menyerahkan semuanya kembali pada-Mu. Aku ikhlas, insyaAllah. Aku ikhlas Engkau memberikan perasaan seperti ini. Aku ikhlas Engkau mau membawa kami kemana pun akhirnya. Aku ikhlas akan kehendak-Mu. InsyaAllah.

Terima kasih juga, kamu. Sebaik-baiknya aku, adalah lebih baik kamu yang telah membuatku baik. 
Mari sama-sama berjuang.


Terima kasih,
Adelia Budiarto
SHARE:

6 comments

  1. Liam Hemswirth (emang pake i, bukan typo)January 1, 2017 at 2:06 PM

    Cilacap ada di Provinsi Jawa Barat. Wow!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cilacap di Jawa Tengah, tolong googling sendiri. :) Wk

      Delete
  2. Calon Bupati SidoarjoJanuary 1, 2017 at 2:08 PM

    Warung Tegal. Tegal artinya Jalan. #WowFacts

    ReplyDelete
  3. "Aku sudah pernah delapan belas tahun sendiri. Kembali menjalaninya sendirian bukanlah masalah besar. " Namun saya tidak setuju dengan pernyataan ini, komparasi yang kamu lakukan tidaklah imbang adanya. Sendirian dalam konteks delapan belas tahunmu ini saya rasa bukan perbandingan yang setara dengan kesendirian setelah kita mengenal konsep 'seseorang dalam hidup kita'. Saya rasa itu self-defense mu saja. Aku hanya merasa tidak terima bila di esok hari yang membuatmu ikhlas kali ini akan membuatmu berkata "Aku sudah pernah delapan belas tahun sendiri. Kembali menjalaninya sendirian bukanlah masalah besar. "
    bualan utopia sih menurut saya......
    But its okey, hehe. Its your own life.

    regards

    a stranger who wanna dance with you.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi stranger! It is so nice knowing people can do really care to me like this hahaha. Thank you. But if I may ask you a favor, would you just pray for me that this person wont make me said so? :)

      Semangat terus! ^^

      Delete

Blogger Template Created by pipdig