July 29, 2018

Cerita: Persiapan Seleksi Beasiswa Pendidikan Indonesia LPDP LN 2017


Tepat pertengahan tahun lalu, akhir Juni menuju awal Juli, saya sedang mempersiapkan diri untuk pendaftaran seleksi Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) program Magister Luar Negeri (LN) Reguler yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementrian Keuangan Republik Indonesia tahun 2017. Seluruh prosesnya, dari persiapan pendaftaran administrasi sampai seleksi akhir, memberikan saya banyak pelajaran. Banyak hal yang harus dipersiapkan, mulai dari dokumen pribadi, berkas akademis, essay yang menarik, kemampuan diskusi dalam grup, sampai wawancara tahap akhir yang menjadi go-no-go situation. Semuanya butuh niat yang kuat, usaha yang sungguh-sungguh, dan doa yang tulus dan jujur kepada-Nya.

Cerita singkat saya tentang bagaimana mempersiapkan diri untuk LPDP kali ini, bukan untuk memotivasi pembacanya bahwa mendaftar dan mendapatkan LPDP itu mudah lho, justru, saya ingin menekankan bahwa silahkan mendaftar jika kamu sudah yakin dan punya tekad kuat untuk mengusahakannya dengan sungguh-sungguh. Jangan setengah-setengah, jangan “yaa coba dulu deh sapa tau jodoh”, jangan mendaftar jika hanya ingin mengadu nasib. Jangan seperti saya dulu.


Saat itu, saya belum berusia kepala dua saat mempersiapkan diri untuk mendaftar, saya belum memiliki ijazah sebagai tanda status kelulusan dari kampus, saya belum memiliki Letter of Acceptance (LoA) baik yang unconditional maupun conditional dari kampus tujuan manapun. Singkatnya, hampir dari belasan dokumen yang dijadikan syarat pendaftaran, baru satu yang saya miliki. Tau ngga itu apa? KTP. Satu-satunya dokumen pendaftaran yang saya miliki hanya tanda bahwa saya memang warga negara Indonesia. Itu pun, KTPnya masih KTP lama, yang di-laminating itu lho, yang e-KTP masih belum jadi. Kata pegawai kelurahan saya, blankonya masih habis. Maklum, di pertengahan 2017, kasus e-KTP masih kemana-mana. Kira-kira, kebayang ngga? Huahahaha.

Jangan setengah-setengah lah kalau memang niat ingin mendaftar. LPDP is currently the country’s largest and arguably most popular scholarship program. LPDP is open for anyone, literally anyone as long as they are Indonesian. Either civil servants, lecturers, worker in private sector, or even a fresh graduate, as long as fulfill all of the requirements LPDP asked, everyone is acceptable. Termasuk saya, dengan kondisi sebagai freshgrad yang juga lagi siap-siap untuk pekerjaan pertama, saya juga diterima di LPDP. Mungkin iya kondisi saya saat akan mendaftar setahun lalu sangat kacau balau, tapi saya ngga cuma diam saja. Meskipun dari luar sangat messy, essay baru dibuat satu minggu sebelumnya, seluruh dokumen pendaftaran baru siap di upload di hari terakhir, pun sampai seleksi substansi saat masih probation di kantor, tapi dari dalam saya sudah menghitung dan mengaturnya sedemikian rupa. Meskipun terlihat berantakan, tapi saya sungguh-sungguh mempersiapkan semuanya.
SHARE:

July 4, 2018

A Story: A Competition with Myself


“Is there any of your friends ever got jealous on you because you are young, active, kind, pretty, smart, got a lot of achievements, and every other good thing on you?” Asked by a man, a young-psychology-lecturer, black hair, sort of thin for maybe 30 years something, wore a white shirt, and glasses on his eyes who keeps looking to me without any wink at all in the latest fifteen minutes, as far as I observe. Well, a unique question, there is a part of it which praise me, embellish me, but somehow in an intimidating way.


It was an early morning for an interview, I got my schedule for the final interview on 20 September 2017 at 8 o’clock in the morning. Everything works pretty well. I came to the venue half an hour before my schedule, I ate bread and drunk milk that I bought in minimarket at the KRL station. I talked to other participants before the selection committee opened the gate. Talking to them was more than enough, it is either add some information that I need for my interview or decrease all of my confidence because they are much more overconfidence. Then I talked not much, better I smile, train myself, and pray before my name called.

SHARE:
Blogger Template Created by pipdig