December 31, 2018

2018: How I Learn Commitments


Di pertengahan tahun 2016 lalu, saya sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti sebuah forum nasional yang diadakan oleh consulting firm terkenal di dunia. Sebelum datang ke forum ini, kami sebagai peserta terpilih memiliki beberapa tugas yang wajib diselesaikan. Salah satunya adalah self-reflection form. Formulir ini berisi beberapa pertanyaan tentang diri kami, tentang self-trait dan behaviour seperti apa yang kami miliki, tentang kelebihan, pun kekurangan kami (atau di cerita ini, saya). Namun, form ini tidak saya isi sendiri, melainkan akan diisi oleh peers dan superior saya. Formulir ini meminta pengisinya untuk mengisi dengan honest, candid, open, and as specific as they can be. Untuk itu, saya meminta bantuan tiga orang teman baik saya untuk mengisi feedback form ini. Tiga teman ini sudah mengenal saya dari awal masa kuliah, sudah lebih dari dua tahun kami berteman, dan juga kami sudah sering memiliki kepentingan bersama. Baik untuk urusan kuliah, organisasi, perlombaan, delegasi, atau pertemanan santai untuk ngobrol-ngobrol di akhir pekan. Mereka sudah mengenal saya cukup baik, dan juga saya tahu mereka punya level obyektivitas yang baik untuk menilai baik/buruknya saya. Untuk itu, saya meminta bantuan mereka untuk mengisinya.

Setelah mendapatkan hasil feedback form dari ketiga teman saya yang baik ini, perasaan saya campur aduk. Ketika saya baca dan cermati jawaban mereka, saya sadar bahwa ternyata ada kekurangan di diri saya yang bisa berdampak pada orang lain. Dan hal yang paling saya takuti itu dirasakan orang lain pun muncul sebagai respon mereka: being too dominant and less flexible.
SHARE:

December 7, 2018

How I Found Myself Approaching the End of the Year



Halo, selamat sore!

Sore ini saya lagi ga banyak kerjaan nih, atau lebih tepatnya kurang kerjaan sih, makanya bisa nulis-nulis random. HAHAHA. Minggu ini rasanya saya banyak ngeluh banget. Diawali Senin malam kemarin harus flight balik ke Jakarta dan ninggalin rumah. Ditambah, saya tuh di rumah cuma tiga hari, weekend dan Senin-nya yang saya ambil cuti. Dan yang bikin double bete, sesampainya saya di kantor kemarin Selasa, senior saya bilang kalo bookingan saya direlease karena kliennya belum siap. Kan gemes ya. Yang gini ini kadang bikin saya geleng-geleng. Kalo emang belum pasti akan ngerjain klien tersebut, kenapa saya udah di-book aja dari jauh-jauh hari, sih? Niatnya mau book resources in advance jadi ga ke-utilise. Tau gitu kan, saya juga cutinya bisa banyakan, dan bisa di rumah dulu agak lamaan. Jadilah malah saya cuti cuma sehari, terus empat hari sisanya di kantor saya gaada kerjaan. Zbl.

Udah ga keitung berapa kali saya ngeluh-ngeluh bete dari kemarin karena gaada kerjaan. Terus sampe saya mikir sendiri, “Kenapa saya harus bete karena gaada kerjaan ya? Kan sebenernya enak?”.
SHARE:
Blogger Template Created by pipdig