May 30, 2018

Berkah Ramadhan: Anak Rantau Berbuka Puasa Bersama di Ibu Kota



Kemarin, 29 Mei 2018, aku serasa recharging hidup.

Sudah hampir satu tahun lebih tinggal sendiri di Yang pusat Ibu Kota Republik ini. Tidak benar-benar sendiri, namun kadang terasa amat sepi. Setiap malam aku pulang ke kamar kosku, yang hanya diperuntukkan untuk diriku sendiri. Apalagi, saat bulan Ramadhan seperti ini. Bangun untuk sahur, menunggu imsyak dan sholat subuh, sampai nanti berbuka puasa, suasananya amat berbeda dari yang biasa ku rasakan sejak belasan tahun lalu. Ini adalah puasa pertamaku jauh dari rumah.

Dulu, selalu ada mama yang membangunkan dan menyiapkan sahur, aku hanya perlu sedikit membantu. Ada papa yang akan menemani sholat subuh. Ada lengkap aku, papa, dan mbak mas untuk bantu-bantu mama jualan hidangan berbuka di rumah. Sesaat setelah adzan, toko mama akan segera tutup dan kami melanjutkan berbuka dan sholat maghrib bersama. Lalu kami akan setia menonton serial “Para Pencari Tuhan” yang ntah sudah berapa jilid kami ikuti. Adzan isya’ berkumandang, kami segera berangkat ke Masjid Ad-Da’wah dekat rumah kami. Kami sholat isya, tarawih, sampai witir, lalu kembali pulang, istirahat, dan akan mengulanginya esok pagi.

Sekarang? Aku melakukan setiap detail berpuasa ini sendiri. Apalagi sahur, hahaha. Beli lauk sendiri, masak nasi sendiri, menunggu subuh sambil berdoa sendiri. Mungkin hanya ketika berbuka bisa bersama-sama teman untuk merayakan berhasilnya kita menahan nafsu seharian. Rasanya? Beda. Amat sangat beda. Puasa pertama di pusat Jakarta sendiri ini.. akan jadi pelajaran untukku. Benar-benar mengajarkanku untuk mandiri, kuat, dan terus mengingat Allah saat diri ini mulai sedih, merasa sendiri, ataupun meragu.

Dan sungguh ya Allah, aku bersyukur. Di tengah rasa-rasa sepi ini, banyak sekali ajakan teman-temanku (yang juga banyak merantau dan ku yakin merasa hal serupa) untuk berbuka puasa bersama. Salah satunya kemarin, di hari libur nasional memperingati Hari Waisak, aku memiliki agenda buka puasa bersama dengan teman-teman seangkatan. Yang kumaksud adalah, teman-teman S1 Akuntansi FEB Unair 2013, teman-teman #MenanganCak –ku. Itu jargon kami, Menangan!

SENANG. Itu satu kata yang bisa mendeskripsikan diriku saat di atas ojek online pulang kembali menuju kosan. Bisa ketemu teman-teman yang sudah hamper setahun setelah wisuda juga jarang berjumpa. Kami bercerita, update kehidupan, ketawa ini itu, sesekali bergosip (HAHA tetep), makan-makan enak, berfoto-foto mengabadikan momen, dan saling mengisi. Kami semua juga sama-sama jauh dari rumah, hamper 90% dari kami memang anak asli Surabaya dan sekitarnya. Bisa ketemu dan ngobrol dengan Bahasa Suroboyo-an dengan teman-teman benar-benar jadi obat rindu. Terima kasih atas waktu, ajakan, cerita, tawa, dan kerinduan yang diobati. Terima kasih, menangan-ku!




Pada akhirnya, aku pun mensyukuri proses ini. Aku yakin, ini akan jadi puasa yang amat sangat ku ingat dan meninggalkan memori indah. Lihat saja wajah-wajah berseri dapat saling berjumpa. Semoga masih bisa mengadakan agenda serupa tahun depan ya, teman-teman kesayangan!


Dan semoga, tahun depan aku lebih siap.

D.

SHARE:

No comments

Post a Comment

Blogger Template Created by pipdig