May 18, 2017

Jetlag


Penerbangan dari New York ke Indonesia saat itu memakan waktu hampir satu hari. Perjalanan lima belas jam dari John F. Kennedy Airport menuju ke Narita, dilanjut tujuh jam dari Tokyo ke Jakarta. Yap, dua puluh dua jam perjalanan di atas udara. Belum ditambah waktu transit dan segala urusan di bandara. Lama. Butuh waktu lama. 

Itu adalah perjalanku pulang dari Amerika Serikat dua tahun lalu. Setelah mengikuti konferensi dan kompetisi selama tiga minggu di negeri Paman Sam, akhirnya aku dan tim pulang. Perjalanan pulang waktu itu merupakan akumulasi segalanya. Senang sudah bisa mengijakan kaki ke negara baru, lega telah menyelesaikan tugas delegasi kampus, sedih kegiatan yang telah dipersiapkan setengah tahun belakangan ini berakhir, dan juga lelah setelah tiga minggu beradaptasi dengan lingkungan baru, udara dingin, suhu minus sekian derajat, pakaian-pakaian tebal, dan pergi kesana kemari membawa rentetan koper besar kami. Perjalanan dua puluh dua jam di atas pesawat bahkan membuat kami mendapatkan hidangan makanan tiga kali dari maskapai. Menit demi menit kami habiskan dengan makan, menonton film yang ada, dan tidur. Kami manfaatkan waktu itu sebaik-baiknya untuk istirahat agar bisa kembali fit setelah sampai nanti. Mengingat ketika kami sampai Indonesia, sudah ada kelas-kelas yang menunggu.

Setelah sampai di Indonesia, kami masih harus menunggu penerbangan dari Jakarta menuju Surabaya. Kami yang berangkat dari New York subuh-subuh, pun masih harus berkeliaran tidak jelas menunggu pesawat di Soekarno Hatta saat dini hari keesokan harinya. Lagi-lagi, tidur menjadi resolusi satu-satunya kami. Akhirnya, kami sampai di Surabaya pukul enam pagi, setelah berpisah, aku buru-buru pulang dengan niat masuk satu kelas pagi di kampus. Sampai rumah, mandi, mengisi perut sebentar, niat baik itu pun buru-buru menghilang. Hahaha aku memutuskan tidur. Sampai keesokan harinya pun, aku hanya tidur. Mama hanya membangunkanku untuk sholat. Bahkan untuk makan saja, aku memilih untuk tidur. Tidur terus. Karena tubuh ini capek setelah melakukan perjalanan panjang. Lelah dan bingung sekali rasanya. Kata orang sih, ini namanya jetlag.

Jetlag dimengerti sebagai perasaan kelalahan dan kebingungan setelah perjalanan udara yang panjang. Hal ini merupakan akibat ketidakmampuan tubuh dalam menyesuaikan diri dengan zona waktu yang baru. Hal ini yang saat itu terjadi padaku, jetlag setelah perjalanan pulang yang panjang, dan berakhir mengistirahatkan tubuh dengan tidur. Jetlag terakhir yang sangat terasa itu terjadi bulan Maret dua tahun lalu.

Namun, saat ini, sepertinya aku sedang jetlag lagi.

Atau mungkin,
kita sedang jetlag.
Setelah berbulan-bulan terbiasa jauh, 
tiba-tiba Tuhan memberikan kesempatan kita untuk berada di tempat yang sama.
Tiga bulan bisa bersama-sama,
kita manfaatkan sebaik-baiknya untuk saling bertemu dan bertukar cerita.
Karena kita tahu situasi seperti ini jarang sekali kita dapat.
Lalu, saat semesta memutuskan untuk kita harus sedikit berjauhan lagi, 
ternyata kita butuh waktu untuk menyesuaikan.
Beradaptasi lagi.
Mungkin kita sedang jetlag, karena harus kembali jauh lagi setelah beberapa saat dekat.

Namun, waktu memang terus berjalan. Semesta terus menunjukkan keputusan-keputusannya. Dan ya, memang kita harus sedikit berjauhan lagi. Entah sebelum nanti bisa lebih dekat lagi, atau sebaliknya. Yang pasti, saat ini masing-masing dari kita butuh waktu untuk menyesuasikan.

Jadi, kira-kira,
butuh berapa lama untuk kita merasakan jetlag ini dan berusaha menyesuaikan diri?


--
Adelia Budiarto
SHARE:

No comments

Post a Comment

Blogger Template Created by pipdig